Al Quran Sebagai Kerangka Berfikir dan bertindak

Teman saya pernah punya pengalaman menarik yang bisa mengubah cara berfikir dan tindakan kesehariannya. Waktu itu teman saya masih mahasiswa di UGM dan aktif dalam kegiatan dakwah keagamaan. Suatu ketika pada saat dia sedang menuggu kereta api di sebuah stasiun di Jawa Timur, melintas di depannya seorang yang maaf gila. Memang terkadang ada-ada saja tingkah orang gila tersebut, dari mulai mengomel, menyanyi dan lain-lain. Yang membuat teman saya terkejut sekaligus terkagum-kagum si orang gila tersebut dengan fasih dan lancar membaca surat Yasin dari awal sampai akhir dengan sempurna. Teman saya berfikir orang gila saja bisa membaca ayat suci dengan lancar dan fasih, tetapi tetap saja dia tidak faham dengan apa yang ia baca. Kemudian teman tadi mencoba memikirkan dirinya yang tiap hari selalu menghabiskan waktu untuk membaca Al Quran tetapi tetap saja tidak ada perubahan dalam dirinya. Tidak ada yang berubah dari kebiasaan membaca selain hanya sekedar membaca. Teman saya sadar betul bahwa dia tidak faham bahasa arab sedang Al Quran ditulis dalam bahasa arab. Kesimpulan dia tidak ada bedanya dia dengan orang gila tersebut, yaitu sama-sama tidak mengerti apa yang dibaca dan diucapkan. Setelah sampai Jogja kejadian tersebut begitu berkesan dalam dirinya yang mengubah kebiasaannya membaca Al Quran menjadi kebiasaan membaca terjemahan Al Quran.

Al Quran memang bukanlah sekedar sebuah buku bacaan, tetapi juga merupakan petunjuk, pedoman hidup bagi manusia. Sehingga dengan demikian tidaklah cukup kitab yang berisi pedoman hanya sebagai bacaan semata tanpa pemaknaan dalam diri seseorang. Meskipun dalam agama hanya membaca saja sudah mendapat pahala, tetapi saya kira dalam tingkatan yang lebih jauh tidaklah cukup demikian. Al Quran perlu difahami, dihayati dan kemudian diamalkan. Kalau meminjam istilah Pak Kuntowijoyo, Alquran dijadikan sebagai Paradigma, sebagai kerangka berfikir dan bertindak. Penghayatan terhadap kandungan Al Quran melahirkan gagasan-gagasan untuk mengamalkan dalam kehidupan nyata. Maka proses dalam diri seseorang adalah pertama kali adalah internalisasi terhadap ajaran Al Quran, yang berawal dari membaca, memahami, menghayati. Proses yang kedua adalah proses eksternalisasi atau pengamalan. Tidaklah akan berarti apabila ilmu yang kita miliki tidak diamalkan. Yang tentu saja bentuk dan ragam pengamalan ini sangat beraneka ragam.

Dengan demikian menjadi penting bagi kita untuk menjadikan Al Quran sebagai kerangka berfikir dan bertindak, bukan hanya sebagai bacaan semata. Tentu langkah termudah dimulai dari memahami arti, mengetahui sebab turunnya ayat,dan penafsiran para ahli tafsir. Wallahualam Bis shawab.

You may also like...

Leave a Reply