Instan

Dalam kehidupan kita semakin sibuk dan serasa kehabisan waktu, sesuatu yang instan tentu sangat menarik. Dalam soal makanan misalnya banyak sekali tersesdia makanan instan, mie instan,bumbu dapur instan,nasi goreng instan dan sebagainya. Dalam hal lain sesuatu yang instan menjadi pertimbangan dalam kita mengambil keputusan, sehingga sesuatu yang instan membanjiri isi kepala dan pikiran kita. Cara berfikir kita telah dipengaruhi oleh hal-hal yang bersifat instan. Ada sisi baiknya memang, tetapi tidak semua hal instan itu baik. Contoh sisi baiknya ada efisiensi dalam pemenuhan kehidupan kita sehari-hari dengan produk-produk instan. Berapa waktu dan tenaga yang harus kita keluarkan pada sat kita ingin makan semangkuk mie rebus. Bayangkan kita harus meracik bumbu,mengatur komposisinya, proses memasaknya dan segala kerumitannya. Dengan sebungkus mie instan yang sudah dilengkapi dengan bumbu instan pula 5 sampai 10 menit mie sudah siap saji.

Akan tetapi jika sesuatu yang instan sudah memenuhi pemikiran kita sungguh sesuatu yang sangat berbahaya. Cara berfikir instan membuat kita melupakan proses natural dari sesuatu. Seseorang ingin pandai tetapi melupakan proses menjadi pandai itu melalui proses belajar dengan penuh ketekunan dan kesabaran. Seseorang menjadi kaya karena bekerja dengan giat dan tekun. Tetapi cara berfikir instan telah menafikan semua proses itu. Kejadian terkini yang kita lihat bersama adalah fenomena “Pengobatan Ponari”. Banyak orang termasuk saya terheran-heran dengan fenomena ini ( Mungkin nalar saya yang tidak sampai ). Salah satu penyebabnya adaah cara berfikir instan, ditengah kondisi sakit yang tidak juga sembuh ada semacam keinginan untuk secara serta merta mendapat kesembuhan. Secara natural tubuh yang mengalami sakit membutuhkan waktu untuk recovery. Perlu stimulus asupan makanan dan gizi tertentu, perlu terapi tertentu pula.Tetapi sebagian orang melupakan itu. Inilah yang membuat Ponari menjadi tempat pelarian dan harapan solusi kesembuhan. Barangkali ada penyebab lain, misalnya fasilitas kesehatan yang tersedia tidak memadai atau tidak terjangkau secara ekonomi. Kalau penyebabnya adalah yang kedua atau ketiga tersebut tentu lain persoalan.

Fenomena lain adalah munculnya caleg-caleg pemula yang mencoba peruntungan pada pemilu 2009 mendatang. Banyak caleg yang saya yakin memiliki kapabilitas dan kemampuan untuk menjadi wakil rakyat, tetapi tidak sedikit pula yang tidak memiliki kemampuan dan latar belakang yang memadai untuk menjadi wakil rakyat. Jika yang kedua ini yang terpilih tentu harapan rakyat untuk diserap aspirasinya menjadi hampir mustahil tercapai. Wakil rakyat yang instan yang terpilih hanya karena materi dan tidak memiliki latar belakang pengalaman dan kemampuan yang cukup tentu bukanlah pilihan yang tepat. Dalam keyakinan tertentu datangnya Imam Mahdi merupakan cara berfikir Instan ditengah kondisi keterpurukandan keterbelakangan diri, ketidakkuasaan menghadapi kenyataan.

Intinya adalah sesuatu itu terjadi melalui proses-proses natural yang mesti dijalani ( Sunnatullah dalam bahasa agama) tidak ada proses-proses yang bisa di bypass. Kalau toh ada hal-hal yang tidak melewati proses alamiah tersebut itu sifatnya insidental, dan sesuatu yag insidental tidak pernah bisa direncanakan. Contoh hal ini adalah Mukjizat yang diterima para Nabi. Mukjizat para Nabi tidak pernah terjadi lebih dari sekali. Karena itu jangan pernah mengejar “Mukjizat” karena itu hampir mustahil, melewati proses alamiah tentu lebih mendekati keberhasilan. Lebih baik menjadi Imam Mahdi Bagi diri sendiri daripada mengharapkan Imam Mahdi datang menghampiri kita.

You may also like...

Leave a Reply