Kesalehan Pribadi dan Kesalehan Sosial

Fazlur Rahman seorang intelektual muslim pernah menyatakan, seandainya Nabi Muhammad seorang mistikus tentu beliau tidak akan kembali lagi ke bumi pada peristiwa Isra’ Mikraj. Karena pada saat itu beliau bertemu langsung dengan Allah. Dan pertemuan dengan Allah itulah puncak spiritualitas dalam Islam.”Barang siapa mengharap penjumpaan (liqa) dengan Tuhannya, maka hendaklah mengerjakan amal saleh dan tidak menyekutukanNya.” (QS 18.Al Kahfi: 110). Akan tetapi karena Muhammad adalah seorang pejuang kemanusiaan beliau kembali ke bumi untuk berjuang di tengah-tengah manusia, meskipun perjumpaan itu telah dicapai. Perjumpaan dengan Allah merupakan kenikmaan luar biasa dan berjuang di tengah masyarakat bukanlah hal yang mudah dan menyenangkan. Tetapi nabi lebih memilih itu.

Peristiwa Isra’ dan Mikraj merupakan peristiwa yang sangat monumental bagi kehidupan umat islam. Sebagaimana kita ketahui perintah shalat 5 waktu di perintahkan kepada umat islam pada peristiwa ini. Shalat merupakan satu aktivitas sebagai wujud keimanan pada Allah. Maka dikatakan bahwa Shalat adalah tiang agama, barangsiapa menegakkannya maka dia menegakkan agama dan barangsiapa tidak menegakkannya berarti merubuhkan agama. Tidak hanya itu shalat merupakan satu ibadah yang pertama kali akan dihisab diakhirat kelak. Jika shalat kita baik maka amal ibadah yang lain juga akan baik. Maka dari sini kita bisa menarik satu kesimpulan bahwa kualitas kesalehan pribadi seorang muslim bisa diukur dari sejauh mana kualitas shalatnya. Sehingga demikian penting bagi kita untuk selalu menjaga dan memperbaharui agar shalat kita semakin baik dan semakin khusuk. Shalat yang baik secara umum bisa kita nilai dari banyak aspek antara lain memenuhi syarat dan rukun shalat, dikerjakan dengan penuh keikhlasan dan istiqamah. Dari aspek kualitatif Nabi SAW menyatakan dalam hadits yang cukup panjang yang intinya dalam beribadah kita harus bersikap ihsan , yaitu sikap dalam beribadah seolah-olah kita melihat Allah dan kalau tidak bisa seperti itu maka kita yakin bahwa Allah melihat kita. Jika tahapan seperti ini sudah bisa kita lalui maka bisa dikatakan secara pribadi kita sudah memiliki kualifikasi kesalehan.

Islam adalah agama yang ditujukan untuk memberikan rahmat bagi semesta alam. Tentunya kesalehan yang bersifat pribadi seperti di atas belumlah cukup. Maka ada kualifikasi lain dari aktivitas shalat yang baik yaitu shalat yang berimbas pada kemampuan mushalli (pelaku shalat) dapat mencegah perbuatan keji dan munkar(Al-Ankabut: 45) . Shalat melatih manusia untuk selalu merasa dalam pengawasan Allah (muroqobah) sehingga dalam kehidupan sehari-hari juga akan merasa diawasi oleh Allah sehingga akan takut untuk melakukan perbuatan kejahatan. Dengan shalat menjadikan manusia merasa bahwa Allah selalu hadir dalam kehidupan sehari-hari, tidak ada ketakutan selain ketakutan pada Allah, merasa kuat karena merasa Allah melindungi kita. Bahkan Allah sendiri mengecam orang yang melakukan shalat tetapi lupa akan hakekat shalat itu sendiri.“Celakalah orang-orang yang shalat; yaitu orang yang lalai dalam shalatnya dan mereka yang riya (dalam shalatnya) dan enggan menolong dengan barang berguna” (QS. Al Maun 107:5-7). Maka dengan demikian semakin baik shalat seseorang semakin baik pula amal sosialnya, semakin peka terhadap persoalan-persoalan dalam masyarakat. Dengan demikian terdapat keseimbangan antara kesalehan pribadi dan kesalehan sosialnya. Islam bukanlah agama mistik tetapi agama yang juga menekankan kerja sosial untuk rahmat dan kesejahteraan alam semesta. Wallahua’lam bisshawab.

You may also like...

Leave a Reply