Syahwat Kekuasaan

Hari Rabu 19 Agustus 2008 kemarin merupakan batas akhir parpol untuk menyerahkan berkas bakal calon anggota legislatif ke KPU. Mengintip dari nama-nama yang masuk dalam daftar ada beberapa nama yang sudah kita kenal dan saya kira lebih banyak nama yang kita tidak kenal. Dengan telah tersusunnya daftar bakal calon tersebut semakin hangat suasana menjelang perhelatan akbar pemilu 2009. Calon anggota legislatif yang masuk daftar dan parpol pengusung sudah mulai mengambil start mempromosikan diri. Selain Pemilu Legislatif agenda yang tidak kalah seru adalah Pilkada langsung yang sudah berlangsung sejak beberapa waktu yang lalu. Mengamati perjalanan dan proses pilkada maupun pemilu legislatif bagi saya sebagai orang awam terasa aneh dan membuat saya sedikit gelisah.

Dari data caleg beberapa nama merupakan politisi lama yang loncat pagar, alias berpindah dari habitat partai lama ke partai baru atau partai satu ke partai yang lain. Meskipun banyak nama juga yang tetap istiqamah di partai lamanya.Memang memilih partai itu adalah hak setiap warga negara, tidak ada larangan untuk pindah parpol. Pertanyaan saya kenapa tidak pindah parpol ketika masih mendapat kekuasaan di parpol lama..?? alasan yang banyak dikemukakan antara lain parpol lama sudah tidak kondusif, berbakti pada bangsa kan bisa di parpol mana saja, bahkan saya baca ada caleg yang pindah parpol karena berdasar hasil mimpi. Sungguh sesuatu yang aneh menurut saya sebagai rakyat jelata. Dalam pemahaman saya, politik adalah bagaimana meraih kekuasaan, karena kekuasaan menawarkan kenikmatan. Karena itu apapun caranya agar mendapat kekuasaan harus ditempuh termasuk lompat pagar, politik uang dan lain-lain. Jika kekuasaan yang diraih dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat bangsa dan negara atau amar Ma’ruf Nahi Munkar dalam bahasa agama, tentu ini adalah yang kita inginkan, akan tetapi jika berkuasa hanya sekedar untuk kepentingan pribadi atau kepentingan sesaat tentu ini berbahaya. Maka inilah saatnya bagi kita untuk mulai berhati-hati dan selektif dalam memilih.

Syahwat akan kekuasaan dalam Pilkada langsung saya kira lebih punya potensi untuk memecah belah masyarakat. Jika tidak pandai-pandai masyarakat mengendalikan diri akan menuai banyak konflik horisontal sesama masyarakat awam yang notabene tidak punya kekuasan. Pilkada langsung memilih orang, ikatan emosiomal orang dengan orang lebih besar daripada orang dengan lembaga. Saya kira tidak sedikit orang yang ikut serta dalam pilkada langsung untuk meraih kekuasaan demi kepentingan pribadi, walaupun yang tulus untuk mengabdikan diri bagi masyarakat juga banyak. Satu contoh, dalam sebuah berita ada seorang calon bupati yang gagal terpilih mencoba bunuh diri karena kecewa dan sedih. Kalau niat tulus dan ikhlas untuk mengabdi tentu tidak akan sampai seperti itu. Toh mengabdi tidak harus menjadi pejabat. Bagi ormas seperti NU, Muhammadiyah dan organisasi lain, Pilkada juga menjadi “godaan”. Bagaimanapun juga ormas besar selalu diincar untuk dijadikan kendaraan oleh orang-orang tertentu untuk meraih kekuasaan. Bisa jadi itu orang dalam ormas sendiri maupun orang yang punya kedekatan dengan ormas. Karena itulah saya hanya berharap ormas tidak terjebak dalam kubangan syahwat kekuasaan dan tetap istiqamah dalam gerakan kultural membangun masyarakat dengan penuh keikhlasan tanpa pamrih nikmat kekuasaan. Akhirnya harapan saya semoga para politisi yang terpilih merupakan politisi yang mengedepankan nurani bukan syahwat pribadi.

You may also like...

6 Responses

  1. kishandono says:

    sebenernya saya mau daftar, tapi telat hiks…

  2. tukang says:

    Masih ada kesempatan di PILPRES atau PILKADA Mas..
    He..he.he

  3. kambingkelir says:

    lasik nih hehehe saya lagi ndaftar mas kemaren untuk calon bupati yang baru pada kabupaten baru yaitu kabupaten gunung kelir
    asik domainnya dah bisa di akses lagi om

  4. tukang says:

    Kabupaten G Kelir ini masuk provinsi mana ya Mas? Jateng atau DIY. Atau jangan-jangan malah masuk negara lain? Negara Api di Bukit Menoreh. Presidennya Agung Sedayu. He..he..he

  1. August 29, 2008

    […] Syahwat Kekuasaan […]

  2. April 30, 2009

    […] pemilu 2009. Stress karena menyaksikan kenyataan jauh dari harapan. Semakin membenarkan dominasi syahwat kekuasaan dibalik keinginan menjadi pembela rakyat. Menjadikan saya secara pribadi harus mendefinisikan […]

Leave a Reply