Berhati-Hati Dengan Kotoran Di Telinga

Seminggu ini ada yang terasa mengganggu pada telinga saya. Meskipun tidaklah serius tetapi cukup merisaukan. Ditambah lagi beberapa hari yang lalu saya mengantarkan saudara untuk pesan Alat Bantu Pendengaran, yang ternyata harganya cukup lumayan menurut kantong saya. Saya jadi semakin risau dengan kondisi telinga saya ini. Betapa mahal sebuah alat bantu pendengaran, yang selama ini kita terima gratis dari Allah. Terbersit keinginan untuk memeriksakan telinga saya ke dokter THT mumpung belum terlambat. Walaupun sebenarnya jauh-jauh hari isteri saya sudah menyarankan untuk periksa, namun baru saat ini saya lakukan.

Pagi-pagi berangkat kantor seperti biasa, tidak ada niatan untuk meluncur ke RS, tetapi terasa sakit telinga cukup mengganggu, daripada berlarut-larut akhirnya saya putuskan berbelok ke RSU. Pikir saya masih pagi pastilah belum antri terlalu banyak. Meski tertulis Poli THT buka jam 09.00 – 11.00, ternyata pemeriksaan baru dimulai pukul 10.15 menit. Jenuh dan dongkol juga sih menunggu tanpa ada kepastian. Di tembok ruang periksa ada tulisan cukup mencolok , Indeks Kepuasan Pelanggan 35%, Lama Tunggu Pendaftaran <30 menit, Lama pemeriksaan <40 menit. Lha ini saya nunggu untuk periksa lebih dari 30 menit. Apakah ini kebetulan atau memang kebiasaan pelayanan RSU Pemerintah yang seperti ini. Sudahlah pikir saya, ini mungkin cost yang saya bayar untuk kesehatan saya. Saya ambil sisi positifnya.

“Lha sampeyan baru datang kesini kalau sakit kan?” Tanya dokter THT ke saya. “Ya Iya Lah masak sehat berobat ke RS !” gerutu saya dalam hati. Dokter kembali berkata, Mas telinga itu memang sangat mudah kena kotoran dan secara alami akan ada “curegnya”, maka sebelum mengeras harus rutin dibersihkan. Makanya Mas harus rajin-rajin bersihkan di THT paling tidak setahun sekali. Saya bilang ” Lha saya kan sudah sering bersihkan pake cotton bud , apa belum cukup?”. “Lha justru itu penggunaan cotton bud kadang malah bikin kotoran padet, hingga tidak bisa keluar”. Waduh, berarti selama ini tidak membersihkan tapi malah makin padet. “Gini saja Mas  karena “The Cureg” di dalam telinga  sampeyan sudah memfosil dan sakit untuk  saya congkel , sekarang saya kasih obat dulu , lima hari lagi sampeyan sowan kesini, untuk saya bersihkan”, kata Dokter.  Lima hari berselang saya ceck kembali ke dokter, wow, luar biasa ternyata telinga saya tersumbat kotora yang sudah luar biasa gedenya. Menumpuk bertahun-tahun tanpa disadari. Plong rasanya, semua jadi jelas terdengar. Tidak menyadari kalau sebenarnya selama ini saya “tuli’ oleh sumbatan. Kadang kalau kita terbiasa dalam kondisi yang tidak baik tidak kita sadari bahwa ada sesuatu yang lebih baik, hanya kita tidak tahu atau tidak ada kehendak untuk mencari kebaikan itu. Seperti halnya dengan kejadian ini, tidak menyadari jika sumbatan telinga itu diambil ternyata banyak suara jernih dan indah bisa saya dengarkan.

Buat sodara-sodara sekalian jangan sampai seperti saya yang mengkoleksi “The Cureg” sampai membatu, bersihkan di THT kalau dirasa sudah banyak,Jangan tunggu sampai menumpuk. Hati-hati dengan penggunaan Cotton Bud, jangan sampai bikin kotoran malah makin padet bukannya ilang.  Hikmah dari semua ini adalah ” Tanpa kita sadari kita berada dalam lingkungan, kondisi, sikap yang tidak baik. Dan Diluar yang kita miliki/alami ada sesuatu yang lebih baik yang bisa kita gapai. Tetapi kita tidak tahu atau tidak mau untuk menggapainya. Sehingga kita berada dalam “wilayah nyaman” menurut persepsi kita. Yang kita butuh adalah pemandu dan pemicu untuk bergerak mengubah keadaan. Semoga cerita ini bida bermanfaat.

You may also like...

3 Responses

  1. ono says:

    Memang betul mas, cotton bud tidak menjamin telinga kita jadi bersih. Setahun lalu ponakan saya umur 12 tahun juga sama kasusnya dan itu karena cotton bud.

    Tau nggak, kotorannya segede kacang kedelai.

  2. kishandono says:

    semoga saja saya tidak mengalaminya.

  3. krakal says:

    takut… ke dokter…

Leave a Reply