Sinetron : Wajah Kita..??

Beberapa minggu terakhir ini saya terlibat “keributan” kecil denga isteri saya. Keributan yang sebenarnya pernah terjadi dan mengemuka kembali. Bukan keributan soal rumah tangga, tetapi berebut chanel televisi diwaktu pengen rehat sejenak. Seperti sebagian ibu-ibu rumah tangga yang lain, isteri saya tidak mau ketinggalan cerita sinetron kesayangannya. Meski saya berusaha untuk toleran dan mencoba untuk membiarkan saja dengan aktivitas lain, tetapi tetap saja dialog-dialog sinetron secara tidak langsung masuk ke telinga saya. Kalau pepatah jawa bilang “Witing tresno margo soko kulino”, cinta karena biasa. Kalau saya bukannya jadi suka dengan sinetron, terkontaminasi lewat suara-suara dialog, tetapi malah tambah pusing dan prihatin. Apalagi kalau anak saya belum tidur, mau tidak mau saya harus menemani anak belajar atau bermain di depan televisi dan virus-virus sinetron masuk ke kepala saya dan anak saya. Kalau anak saya sudah tidur tentu dengan gampang saya melarikan diri ke kamar untuk tidur atau beraktivitas di depan komputer.

Mengapa saya tidak suka sinetron ?? mungkin alasan saya sudah banyak diungkapkan oleh banyak orang termasukorang yang ahli di bidangnya. Sinetron kita banyak diwarnai cerita-cerita seputar kedengkian,permusuhan dan upaya-upaya jahat yang diperankan secara luar biasa. Seolah-olah hidup di dunia ini hanya diisi oleh itu. Semua itu berujung pada perebutan kekayaan, jabatan, wanita/pria. Pertanyaannya adalah apakah benar dalam realitas kita dipenuhi oleh kedengkian antar sesama ? ataukah ini upaya-upaya entah sadar atau tidak membuat masyarakat kita menjadi masyarakat pendengki dan pencipta permusuhan. Background cerita juga selalu lingkungan orang kaya yang bergelimang harta dan kemewahan. Apakah realitas hidup masyarakat kita seperti itu? ataukah ini setting agar orang-orang miskin bergaya hidup seperti orang gedongan biar dianggap maju. Masyarakat miskin diajari untuk berkhayal menjadi kaya, Bukan diberi motivasi untuk kuat menghadapi ujian kemiskinan dan mencari solusi yang lebih realistis untuk maju.

Kalau kita perhatikan sinetron remaja, isinya tidak jauh berbeda dengan itu. Potret anak-anak sekolah kita dihiasi dengan aktivitas seputar pacaran,dugem dan gaya hidup yang saya kira jauh dari anak sekolah semestinya. juga intrik-intrik dan kedengkian tidak jauh dari cerita sinetron dewasa. Mungkin saya terlalu ndeso untuk menilai seperti itu, tapi saya yakin pikiran ndeso saya mewakili pikiran banyak orang. Pertanyaannya apakah realitas anak-anak sekolah kita seperti itu? Kalau benar demikian sungguh sangat memprihatinkan. Akan tetapi jika in sekedar sebuah cerita, tentu cerita ini akan dijadikan refensi buat anak-anak kita.Yang entah berapa tahun lagi anak-anak sekolah kita akan seperti itu.
Monggo dipenggalih, selanjutnya stop sinetron “kurang bermutu”.

You may also like...

2 Responses

  1. genthokelir says:

    kalo sinetron nggak mutu kok yah ada iklannya yo hahaha

    tukang Reply:

    Ya itulah mas, mungkin orang bosen atau ndak mau mikir yang mutu-mutu. Kalau iklan sih ngikut saja sama yang mau beli kira-kira dimana saya bisa jualan.

Leave a Reply